NASIKH DAN
MANSUKH
Pengertian
Nasikh
mansukh merupakan cabang studi kesejarahan
al-Qur’an yang menerangkan tentang adanya proses penghapusan hukum pada suatu
ayat oleh ayat lain yang turun
sesudahnya
Secara
etimologi: nasakh berarti penghapusan, pembatalan, pemindahan
atau penggantian. (Q.S. al-Baqarah: 106, QS. Al-Hajj: 52, al-Jatsiah: 29,
an-Nahl: 101)
Secara
terminologi: nasakh adalah penghapusan suatu hukum syara’ dan
penggantiannya dengan hukum syara’ lain yang turun sesudahnya. (Q.S.
al-Baqarah: 106, ar-Ra’d: 39, an-Nahl : 101)
Syarat-syarat Nasakh
Syarat-syarat yang disepakati:
Hukum
yang dihapus (al-mansukh) adalah berbentuk hukum syara’
Hukum
yang menghapus (an-nasikh) juga berupa dalil syara’
Ada
keterangan yang berupa riwayat shahih bahwa telah terjadi proses nasakh,
baik berupa hadis maupun perkataan Sahabat Nabi Saw
Dalil
hukum yang menghapus (an-nasikh) turun setelah dalil hukum yang dihapus
(al-mansukh)
Harus
ada pertentangan yang nyata antara dua dalil tersebut (nasikh dan
mansukh)
Syarat-syarat yang diperselisihkan:
Yang
me-nasakh dalil al-Qur’an berupa dalil al-Qur’an juga. Dan yang me- nasakh
sunnah berupa sunnah juga
Dalil
yang me-nasakh bisa mengandung hukum pengganti atas hukum yang dinasakh
Pertentangan
yang terjadi antara dua dalil hendaknya
sangat jelas kontradiksinya seperti pertentangan perintah (amar) dan
larangan (nahi), makna sempit (mudhayyaq) dan makna luas (muwassa’)
Baik
dalil nasikh maupun mansukhnya sama-sama qath’iy al-tsubut (sumbernya
pasti)
Cara mengetahui
nasakh
Adanya
nash (teks dalil) yang jelas dan tegas (shahih-sharih), bahwa
suatu hukum tertentu telah di-nasakh oleh hukum lain.
Seperti,
ayat-ayat yang menerangkan tentang penggantian arah qiblat (Q.S. al-Baqarah:
143), juga ayat yang menghalalkan persetubuhan di malam bulan puasa
Ramadlan (Q.S. al-Baqarah: 187)
Ijma’
umat yang berupa konsensus bulat atas suatu perkara bahwa hukum tertentu telah
dihapus oleh hukum lain.
Misalnya,
dihapuskanya hukuman kurungan rumah sampai mati bagi pezina wanita ghairu
muhshanah (QS. An-Nisa’: 15-16) dengan ayat yang menerangkan hadd (hukuman pidana) atas pezina ghairu
muhshan, baik laki-laki maupun perempuan, yaitu didera 100 kali (QS.
An-Nur: 2). Tentunya ijma’ ini hanya bisa diterima jika berlandaskan dalil yang
juga diterima
Adanya
pertentangan yang buntu (deadlock) antara dua dalil
Standar penetapan nasakh dalam al-Qur’an
Nasakh
hanya terjadi pada detail-detail hukum praksis yang substansi dalilnya tidak
dibatasi oleh waktu dan tidak pula ditegaskan sebagai hukum eternal yang akan
berlaku hingga akhir masa
Nasakh
tidak terjadi pada hukum atau kaidah-kaidah yang bersifat umum dan universal
Nasakh
tidak terjadi pada masalah-masalah ‘aqidiyah (theologis), khususnya berkaitan dengan dzat Allah,
sifat-sifatNya, para Rasul dan malaikatNya serta keterangan-keterangan hari
akhir
Nasakh
tidak terjadi pada ajaran-ajaran inti moral (akhlaqiyyat), karena
masalah moral adalah ruang yang telah disepakati oleh semua agama samawi
Nasakh
tidak terjadi pada inti-inti ritual (peribadatan) dan mu’amalat.
Nasakh hanya terjadi pada rincian-rinciannya (juz’iyyat)
Nasakh
hanya pada kalimat-kalimat Qur’an yang berisikan perintah dan larangan.
Tidak ada nasakh dalam kalimat-kalimat al-Qur’an yang berisikan cerita-cerita
umat terdahulu, ancaman dan himbauan-himbauan
Macam-macam
kasus nasakh
Penasakhan
redaksi bacaan saja namun substansi hukumnya masih digunakan.
Contoh,
hukuman rajam bagi pezina muhshan (sudah/sudah pernah menikah). Hukuman rajam
ini tetap berlaku hingga sekarang, walaupun redaksi dalil yang menetapkan
hukuman ini telah dinasakh dari satuan unit bacaan al-Qur’an.
الشيخة
والشيخ إذا زنيا فارجموهما البتة
“(dan)
jika ada wanita yang sudah bersuami dan lelaki yang sudah beristri berzina,
maka rajamlah keduanya hingga mati”
Pe-nasakh-an
substansi hukumnya saja namun bacaanya masih tetap.
Misalnya,
nasakh hukuman kurungan rumah sampai mati bagi pezina wanita ghairu muhshanah (
QS. An-Nisa’: 15-16) dengan ayat had zina (QS. An-Nur: 2)
Penasakhan
hukum dan bacaannya sekaligus.
Misalnya,
hukum dan redaksi ayat yang menetapkan penggolongan saudara sesusu, bahwa batas
minimal seseorang bisa dikategorikan
sebagai saudara sesusu adalah
jika orang tersebut telah mengisap sepuluh kali sedotan dari dari putig
payudara seorang ibu. Hukum dan redaksi ini di-nasakh oleh ayat yang turun
setelahnya dengan ketetapan baru, bahwa batas minimal seseorang dianggap
saudara sesusu adalah jika orang tersebut telah menyusu lima kali sedotan pada
susu ibu yang sama. Ayat yang menerangkan sepuluh sedotan di-nasakh demikian pula substansi
hukumnya. Jadi ayat yang telah dinasakh tidak boleh dibaca lagi sebagai
al-Qur’an dan tidak boleh diamalkan
Bentuk-bentuk Nasikh-Mansukh Dalam Syariat
Islam
Nasakh
al-Qur’an dengan al-Qur’an. Bentuk nasakh ini tidak diperdebatkan keberadaannya
Nasakh
sunnah dengan al-Qur’an. Bentuk nasakh ini juga diterima, seperti nasakh
syari’at puasa wajib hari ‘asyura (10 muharram) dengan syariat puasa wajib
bulan Ramadlan
Nasakh
al_qur’an dengan sunnah. Bentuk nasakh ini masih diperdebatkan para Ulama’. Imam
Syafi’I dalam kitab a-Risalahnya jelas menolak adanya penasakhan ini
Nasakh
sunnah dengan sunnah. Bentuk nasakh ini tidak diperdebatkan
Ayat-ayat nasikhah dan mansukhah dalam al-Qur’an
Imam as-Suyuthi menyebutkan dari 114 surat yang ada
dalam al-Qur’an dapat dibagi sebagai berikut:
Surat
yang bebas dari nasikh mansukh 43 surat, antara lain; al-Fatihah, Yusuf,
Yasin, al-Hujurat, ar-Rahman, al-Hadid, ash-Shaff, al-Jumu’ah, at-Tahrim,
al-Mulk, al-Haqqah, Nuh, al-Jin, al-Mursalat, an-Naba’, an-Nazi’at, al-Infithar dan 3 surat sesudahnya, al-Fajr sampai akhir
al-Qur’an kecuali surat at-Tin,
al-’Ashr, al-Kafirun
Surat
yang mengandung nasikh-mansukh 25 surat, yaitu; al-Baqarah, Ali ‘Imran,
an-Nisa’, al-Ma’idah, al-Hajj, an-Nur, al-Furqan, al-Ahzab, Saba’, al-Mukmin,
asy-Syura, adz-Dzariyat, ath-Thur, al-Waqi’ah, al-Mujadilah, al-Muzammil,
al-Mudatsir, at-Takwir, dan al-’Ashr
Surat
yang hanya terdapat ayat-ayat nasikhah saja 6 surat, yaitu al-Fath, al-Hasyr,
al-Munafiqun, at-Taghabun, ath-Thalaq, al-A’la
Surat
yang hanya terdapat ayat-ayat mansukh saja 40 surat tersisa
Catatan
Ulama
berbeda pendapat, Imam Syafi’I tidak membenarkan adanya ayat al-Qur’an yang
dinasakh tanpa ada ayat lain yang menggantikan (ayat mansukhah tanpa nasikh).
Adanya
kasus penasakhan ayat al-Qur’an merupakan bukti bahwa al-Qur’an diturunkan
secara tadarruj (bertahap)
Asbabun
nuzul, makky-madany dan nasikh-mansukh akan
terkait satu sama lain, karena ketiganya berhubungan langsung dengan sejarah
pewahyuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar