Sabtu, 15 Februari 2014

Nasikh Dan Mansukh



NASIKH DAN MANSUKH
Pengertian
  Nasikh mansukh merupakan cabang studi kesejarahan al-Qur’an yang menerangkan tentang adanya proses penghapusan hukum pada suatu ayat oleh ayat lain yang turun  sesudahnya
  Secara etimologi: nasakh berarti penghapusan, pembatalan, pemindahan atau penggantian. (Q.S. al-Baqarah: 106, QS. Al-Hajj: 52, al-Jatsiah: 29, an-Nahl: 101)
  Secara terminologi: nasakh adalah penghapusan suatu hukum syara’ dan penggantiannya dengan hukum syara’ lain yang turun sesudahnya. (Q.S. al-Baqarah: 106, ar-Ra’d: 39, an-Nahl : 101)
Syarat-syarat Nasakh
Syarat-syarat yang disepakati:
  Hukum yang dihapus (al-mansukh) adalah berbentuk hukum syara’
  Hukum yang menghapus (an-nasikh) juga berupa dalil syara’
  Ada keterangan yang berupa riwayat shahih bahwa telah terjadi proses nasakh, baik berupa hadis maupun perkataan Sahabat Nabi Saw
  Dalil hukum yang menghapus (an-nasikh) turun setelah dalil hukum yang dihapus (al-mansukh)
  Harus ada pertentangan yang nyata antara dua dalil tersebut (nasikh dan mansukh)
Syarat-syarat yang diperselisihkan:
  Yang me-nasakh dalil al-Qur’an berupa dalil al-Qur’an juga. Dan yang me- nasakh sunnah berupa sunnah juga
  Dalil yang me-nasakh bisa mengandung hukum pengganti atas hukum yang dinasakh
  Pertentangan yang terjadi antara dua dalil  hendaknya sangat jelas kontradiksinya seperti pertentangan perintah (amar) dan larangan (nahi), makna sempit (mudhayyaq) dan makna luas (muwassa’)
  Baik dalil nasikh maupun mansukhnya sama-sama qath’iy al-tsubut (sumbernya pasti)

Cara mengetahui nasakh
  Adanya nash (teks dalil) yang jelas dan tegas (shahih-sharih), bahwa suatu hukum tertentu telah di-nasakh oleh hukum lain.
      Seperti, ayat-ayat yang menerangkan tentang penggantian arah qiblat (Q.S. al-Baqarah: 143), juga ayat yang menghalalkan persetubuhan di malam bulan puasa Ramadlan  (Q.S. al-Baqarah: 187)
  Ijma’ umat yang berupa konsensus bulat atas suatu perkara bahwa hukum tertentu telah dihapus oleh hukum lain.
      Misalnya, dihapuskanya hukuman kurungan rumah sampai mati bagi pezina wanita ghairu muhshanah (QS. An-Nisa’: 15-16) dengan ayat yang menerangkan  hadd (hukuman pidana) atas pezina ghairu muhshan, baik laki-laki maupun perempuan, yaitu didera 100 kali (QS. An-Nur: 2). Tentunya ijma’ ini hanya bisa diterima jika berlandaskan dalil yang juga diterima
  Adanya pertentangan yang buntu (deadlock) antara dua dalil
Standar penetapan nasakh dalam al-Qur’an
  Nasakh hanya terjadi pada detail-detail hukum praksis yang substansi dalilnya tidak dibatasi oleh waktu dan tidak pula ditegaskan sebagai hukum eternal yang akan berlaku hingga akhir masa
  Nasakh tidak terjadi pada hukum atau kaidah-kaidah yang bersifat umum dan universal
  Nasakh tidak terjadi pada masalah-masalah ‘aqidiyah (theologis),  khususnya berkaitan dengan dzat Allah, sifat-sifatNya, para Rasul dan malaikatNya serta keterangan-keterangan hari akhir
  Nasakh tidak terjadi pada ajaran-ajaran inti moral (akhlaqiyyat), karena masalah moral adalah ruang yang telah disepakati oleh semua agama samawi
  Nasakh tidak terjadi pada inti-inti ritual (peribadatan) dan mu’amalat. Nasakh hanya terjadi pada rincian-rinciannya (juz’iyyat)
  Nasakh hanya pada kalimat-kalimat Qur’an yang berisikan perintah dan larangan. Tidak ada nasakh dalam kalimat-kalimat al-Qur’an yang berisikan cerita-cerita umat terdahulu, ancaman dan himbauan-himbauan
Macam-macam kasus nasakh
  Penasakhan redaksi bacaan saja namun substansi hukumnya masih digunakan.
      Contoh, hukuman rajam bagi pezina muhshan (sudah/sudah pernah menikah). Hukuman rajam ini tetap berlaku hingga sekarang, walaupun redaksi dalil yang menetapkan hukuman ini telah dinasakh dari satuan unit bacaan al-Qur’an.
  الشيخة والشيخ إذا زنيا فارجموهما البتة
      “(dan) jika ada wanita yang sudah bersuami dan lelaki yang sudah beristri berzina, maka rajamlah keduanya  hingga mati”
  Pe-nasakh-an substansi hukumnya saja namun bacaanya masih tetap.
      Misalnya, nasakh hukuman kurungan rumah sampai mati bagi pezina wanita ghairu muhshanah ( QS. An-Nisa’: 15-16) dengan ayat had zina (QS. An-Nur: 2)
  Penasakhan hukum dan bacaannya sekaligus.
      Misalnya, hukum dan redaksi ayat yang menetapkan penggolongan saudara sesusu, bahwa batas minimal seseorang bisa dikategorikan  sebagai saudara sesusu  adalah jika orang tersebut telah mengisap sepuluh kali sedotan dari dari putig payudara seorang ibu. Hukum dan redaksi ini di-nasakh oleh ayat yang turun setelahnya dengan ketetapan baru, bahwa batas minimal seseorang dianggap saudara sesusu adalah jika orang tersebut telah menyusu lima kali sedotan pada susu ibu yang sama. Ayat yang menerangkan sepuluh  sedotan di-nasakh demikian pula substansi hukumnya. Jadi ayat yang telah dinasakh tidak boleh dibaca lagi sebagai al-Qur’an dan tidak boleh diamalkan
Bentuk-bentuk Nasikh-Mansukh Dalam Syariat Islam
  Nasakh al-Qur’an dengan al-Qur’an. Bentuk nasakh ini tidak diperdebatkan keberadaannya
  Nasakh sunnah dengan al-Qur’an. Bentuk nasakh ini juga diterima, seperti nasakh syari’at puasa wajib hari ‘asyura (10 muharram) dengan syariat puasa wajib bulan Ramadlan
  Nasakh al_qur’an dengan sunnah. Bentuk nasakh ini masih diperdebatkan para Ulama’. Imam Syafi’I dalam kitab a-Risalahnya jelas menolak adanya penasakhan ini
  Nasakh sunnah dengan sunnah. Bentuk nasakh ini tidak diperdebatkan
Ayat-ayat nasikhah dan mansukhah dalam al-Qur’an
Imam as-Suyuthi menyebutkan dari 114 surat yang ada dalam al-Qur’an dapat dibagi sebagai berikut:
  Surat yang bebas dari nasikh mansukh 43 surat, antara lain; al-Fatihah, Yusuf, Yasin, al-Hujurat, ar-Rahman, al-Hadid, ash-Shaff, al-Jumu’ah, at-Tahrim, al-Mulk, al-Haqqah, Nuh, al-Jin, al-Mursalat, an-Naba’, an-Nazi’at, al-Infithar  dan 3 surat sesudahnya, al-Fajr sampai akhir al-Qur’an  kecuali surat at-Tin, al-’Ashr, al-Kafirun
  Surat yang mengandung nasikh-mansukh 25 surat, yaitu; al-Baqarah, Ali ‘Imran, an-Nisa’, al-Ma’idah, al-Hajj, an-Nur, al-Furqan, al-Ahzab, Saba’, al-Mukmin, asy-Syura, adz-Dzariyat, ath-Thur, al-Waqi’ah, al-Mujadilah, al-Muzammil, al-Mudatsir, at-Takwir, dan al-’Ashr
  Surat yang hanya terdapat ayat-ayat nasikhah saja 6 surat, yaitu al-Fath, al-Hasyr, al-Munafiqun, at-Taghabun, ath-Thalaq, al-A’la
  Surat yang hanya terdapat ayat-ayat mansukh saja 40 surat tersisa
Catatan
  Ulama berbeda pendapat, Imam Syafi’I tidak membenarkan adanya ayat al-Qur’an yang dinasakh tanpa ada ayat lain yang menggantikan (ayat mansukhah tanpa nasikh).
  Adanya kasus penasakhan ayat al-Qur’an merupakan bukti bahwa al-Qur’an diturunkan secara tadarruj (bertahap)
  Asbabun nuzul, makky-madany dan nasikh-mansukh akan terkait satu sama lain, karena ketiganya berhubungan langsung dengan sejarah pewahyuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar